Minggu, 04 Desember 2016

Praktikum BBL Minggu 6

Pada praktikum kali ini, saya dan kelompok saya kembali melakukan percobaan uji tekan beton. Kali ini kami menguji beton uji yang berusia 28 hari. Sama seperti percobaan uji tekan beton sebelumnya, kami juga melakukan curing dan capping terlebih dahulu pada beton uji.

Berikut data hasil percobaan uji tekan beton usia 28 hari dan juga dilampirkan data hasil percobaan uji tekan beton usia 7 dan 14 hari sebagai perbandingan :





Berdasarkan percobaan uji tekan beton yang dilakukan, diperoleh data kuat tekan beton uji saat umur 7,14,dan 28 hari seperti pada grafik di atas. Dari grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa saat umur beton bertambah maka kuat tekan beton tersebut bertambah pula.

Dari tabel 5.1 diperoleh bahwa kuat tekan beton yang didapat saat 28 hari adalah 169,285 kg/cm2, berbeda dengan kuat tekan beton yang direncanakan yakni 175kg/cm2. Maka beton hasil percobaan hanya memiliki 96,7% dari kuat beton yang direncanakan.


Praktikum BBL Minggu 5

Pada praktikum ke 5, saya dan kelompok saya melakukan percobaan uji tarik baja. Kelompok saya mendapat benda uji berupa baja polos berdiameter 12 mm.

Tujuan:

  • Menentukan hubungan tegangan dan regangan
  • Menentukan tegangan leleh baja
  • Menentukan tegangan tarik baja
  • Menentukan perpanjangan dan pengurangan luas area penampang
  • Menentukan modulus elastis baja
  • Menentukan tegangan runtuh baja
Alat dan Bahan:
Alat:
  • Jangka sorong, untuk mengukur diameter penampang
  • Uji Universal Testing Machine (UTM), berfungsi untuk memberi dan mengontrol laju pembebanan
  • LVDT, untuk mencatat defleksi/perpanjangan
  • Load Cell, untuk mengubah beban UTM dari analog menjadi digital
  • Data Logger, untuk alat pencatat data dari Load Cell dan LVDT
  • Strain Gauge, untuk mengukur regangan
Benda Uji:
  • Pada praktikum ini benda uji yang akan diuji sebanyak 4 buah untuk masing-masing jenis tulangan. Tiga benda uji yang dites mempunyai luas penampang yang berbeda-beda (diameter tulangan polos 8, 10, 12 dan diameter tulangan ulir 10, 13, 16). Benda uji yang ke-4 adalah baja tulangan polos 8 dan baja tulangan ulir 10 yang dibuat lebih panjang dari ukuran benda uji lainnya. Pada salah satu benda uji tulangan polos dengan diameter 12 dipasang strain gauge yang berfungsi untuk mencatat tegangan dan regangan. Hasil tegangan dan regangan yang diperoleh dari strain gauge ini akan dibandingkan dengan tegangan dan regangan yang diperoleh dengan cara di atas.
Prosedur Percobaan:
a. Persiapkan benda uji
  • Beri nomer/nama setiap benda uji
  • Ukur diameter dan panjang dari masing-masing benda uji
b. Persiapkan alat
  • Cek semua alat yang akan digunakan
  • Lakukan kalibrasi alat
c. Pemasangan benda uji ke mesin UTM (sumbu alat penjepit harus berhimpit dengan sumbu benda       uji) dan pemasangan alat ukur
d. Pelaksanaan pengujian
  • Tarik benda uji dengan pertambahan beban yang konstan sampai benda uji putus.  Catat dan amatilah besarnya perpanjangan yang terjadi setiap penambahan beban.
  • Amati secara visual perilaku benda uji.
  • Setelah putus, ukur diameter penampang pada daerah putus dan ukurlah panjang akhir dari benda uji.

Hasil Percobaan:

Setelah melakukan uji kuat tekan, semua kelompok menyatukan data masing-masing benda ujinya dan dapat dilihat di tabel berikut:


Kami juga mem-plot grafik hubungan tegangan-regangan baja. Berikut kurva tegangan vs regangan baja polos diameter 12 mm


Lalu semua kurva tegangan vs regangan dikelompokkan berdasarkan jenis benda ujinya, yaitu kurva tegangan-regangan baja polos dan kurva tegangan-regangan baja ulir.

 Grafik tegangan-regangan baja polos

Grafik tegangan-regangan baja ulir

Analisis:

Dari kedua grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa kuat tarik maksimum dan kuat luluh baja dipengaruhi oleh diameter dan jenis baja itu sendiri. Dapat dilihat bahwa semakin besar diameter baja, maka semakin besar pula kuat tarik maksimumnya dan kuat luluhnya juga semakin besar. Namun ada beberapa data yang tidak merepresentasikan hubungan tersebut. Hal itu dikarenakan adanya kesalahan pembacaan grafik manual hasil UTM sehingga data yang di plot kurang akurat.
Jenis baja juga berpengaruh pada kuat tarik maksimum baja. Terbukti bahwa baja ulir memiliki kuat tekan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja polos.


Dokumentasi percobaan uji tarik baja

Pengukuran dimensi baja sebelum di tes
grafik beban vs regangan dari mesin UTM

Praktikum BBL Minggu 4

3 November 2016

Pada praktikum kali ini saya dan kelompok saya melakukan percobaan uji tekan beton usia 14 hari. Sama dengan percobaan uji tekan beton 7 hari, pada percobaan ini saya dan kelompok saya melakukan curing dan capping pada beton yang akan diuji.

Berikut data hasil percobaan uji tekan beton usia 14 hari:

No.
Identifikasi Benda Uji
Tanggal beton di cor
Tanggal beton di test
Umur (hari)
Berat  (kg)
Slump (cm)
Luas Bidang Tekan (cm2)
Beban Maks (kg)
Kekuatan tekan (kg/cm2)
1
Beban silinder
20/10/16
3/11/16
14
12,02
8
176,625
28600
161,925



Praktikum BBL Minggu 3


Saya dan kelompok saya melakukan percobaan yaitu curing dan capping pada beton yang sudah di cetak dan dirawat. Setelah dilakukan curing dan capping, beton  akan dilakukan uji tekan 7 hari, Berikut adalah rinciannya :

Curing 

  • Tujuan :
Membantu berlangsungnya reaksi kimia yang terjadi antara senyawa pembentuk beton.

  • Alat/Kondisi :

  • Ruangan lembab dengan kelembaban relatif tidak kurang dari 95%
  • Bak yang diisi air kapur jenuh untuk curing
  • Prosedur :
Meletakkan beton silinder ke dalam bak yang berisi air kapur jenih. serta ditutupi kain basah untuk mencegah terjadinya penguapan air yang terlalu banyak. Dilanjutkan dengan melakukan capping.

Ket. Gambar : proses curing

Capping 

  • Tujuan :
Dilakukan dalam rangka mempersiapkan spesimen beton silinder untuk pelaksanaan pengujian kuat tekan. Pemberian capping diperlukan untuk memastikan distribusi beban aksial yang merata ke seluruh bidang tekan silinder.
  • Alat dan Bahan :
  • Belerang
  • Cetakan capping yang memiliki ukuran yang sesuai dengan dimensi spesimen
  • Alat untuk mencairkan belerang yang dilengkapi dengan pemanas api
  • Prosedur:
  1. Siapkan serbuk belerang atau senyawa capping, pemanas dengan suhu sampai 130°C (265°F), dan termometer logam untuk memeriksa suhu
  2. Lelehkan serbuk belerang atau senyawa capping
  3. Setelah menjadi cair, aduk belerang cair sebelum dituangkan ke dalam cetakan capping
  4. Tuangkan belerang cair kedalam cetakan kemudian letakkan beton silinder dengan kedua tangan di atasnya. Pastikan ujung silinder beton sebelum diletakkan dalam cetakan dalam keadaan kering
  5. Langkah ke-4 harus dilakukan dengan cepat sebelum sulfur cair membeku
  6. Ketebalan capping harus sekitar 3 mm dan tidak melebihi 8 mm
  7. Sebelum dilakukan uji kuat tekan, capping harus didiamkan dahulu agar memiliki kekuatan yang sebanding dengan beton.
  8. Lakukan uji tekan beton
Ket. Gambar : Proses capping

  • Uji Tekan Beton
  • Tujuan :
Menentukan kekuatan tekan beton berbentuk silinder yang dibuat dengan dirawat di laboratorium. Kekuatan tekan beton adalah perbandingan beban terhadap luas penampang beton.
Alat :

  • Universal Testing Machine
  • Timbangan
  • Prosedur :
  1. Letakkan benda uji pada mesin tekan secara sentris
  2. Jalankan mesin uji tekan. Tekanan harus dinaikkan berangsur-angsur dengan kecepatan berkisar antara 4 kg/cmsampai dengan 6 kg/cmperdetik
  3. Lakukan pembebanan sampai benda uji hancur dan catatlah benda uji beban maksimum hancur yang terjadi selama pemeriksaan benda uji
  4. Ulangi langkah-langkah di atas sesuai dengan jumlah benda uji yang akan ditentukan kekuatan tekan karakteristiknya.


Ket. Gambar : Universal Testing Machine


Ket. Gambar : Beton saat di uji tekan

Pada uji kuat tekan beton usia 7 hari, kami menguji 2 buah beton silinder. Hasil uji kuat tekan beton usia 7 hari dapat dilihat pada tabel berikut:

Praktikum BBL Minggu 2

Saya dan kelompok saya melaksanakan praktikum bahan bangunan laut pekan ke-2 yaitu melakukan perhitungan mengenai perencanaan campuran beton yang akan di buat serta melakukan pembuatan beton sesuai perhitungan yang sudah direncanakan. Beton yang akan dibuat pada praktikum ini adalah beton dengan jenis kontruksi dinding dan balok tipe K-175 dengan pengerjaan tanpa penambahan udara dalam kondisi laboraturium yang kurang baik. Berikut rinciannya prosedur pengerjaan praktikum : 
  • Prosedur Perencanaan Campuran Beton
  • Tahap 1: Pemilihan Angka Slump
Jika nilai slump tidak ditentukan dalam spesifikasi, maka nilai slump dapat dipilih dari tabel 4.1. untuk berbagai jenis pengerjaan konstruksi.
  • Tahap 2: Pemilihan ukuran maksimum agregat kasar
Untuk volume agregat yang sama, penggunaan agregat dengan gradasi yang baik dan dengan ukuran maksimum yang besar akan menghasilkan rongga yang lebih sedikit daripada penggunaan agregat dengan ukuran maksimum agregat yang lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan penurunan kebutuhan mortar dalam setiap volume satuan beton.
Dasar pemilihan ukuran maksimum agregat biasanya dikaitkan dengan dimensi struktur. Sebagai contoh, ukuran maksimum agregat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:


Dimana,
D      = ukuran maksimum agregat
d       = lebar terkecil di antara 2 tepi bekisting
h       = tebal pelat lantai
s        = jarak bersih antara tulangan
c       = tebal bersih selimut beton
  • Tahap 3: Estimasi kebutuhan air pencampur dan kandungan udara
Jumlah air pencampur persatuan volume beton yang dibutuhkan untuk menghasilkan nilai slump tertentu sangat bergantung pada ukuran maksimum agregat, bentuk, serta gradasi agregat dan juga pada jumlah kebutuhan kandungan udara pada campuran.
Jumlah air yang dibutuhkan tersebut tidak banyak berpengaruh oleh jumlah kandungan semen dalam campuran. Tabel berikut memperlihatkan informasi mengenai kebutuhan air pencampur untuk berbagai nilai slump dan ukuran maksimum agregat.



  • Tahap 4: Pemilihan nilai perbandingan air semen
Untuk rasio air semen yang sama, kuat tekan beton dipengaruhi oleh jenis agregat dan semen yang digunakan. Oleh karena itu, hubungan rasio air semen dan kekuatan beton yang dihasilkan seharusnya dikembangkan berdasarkan material yang sebenarnya yang digunakan dalam pencampuran. Terlepas dari hal di atas, tabel berikut bisa dijadikan pegangan dalam pemilihan nilai perbandingan air semen.


Nilai kuat tekan beton yang digunakan pada tabel diatas adalah nilai kuat tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, yaitu:

                                                                    fm = fc’ + 1,64 Sd

dimana,
fm     : nilai kuat tekan beton rata-rata
fc      : nilai kuat tekan karakteristik (yang disyaratkan)
Sd     : standar deviasi (dapat diambil berdasarkan tabel di bawah ini)


Harga rasio air semen tersebut biasanya dibatasi oleh harga maksimum yang diperbolehkan untuk kondisi exposure (lingkungan) tertentu. Sebagai contoh, untuk struktur yang berada di lingkungan laut harga rasio air semen biasanya dibatasi maksimum 0,40 – 0,45.
  • Tahap 5: Perhitungan kandungan semen
Berat semen yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah berat air pencampur (tahap 3) dibagi dengan rasio air semen (tahap 4).
  • Tahap 6: Estimasi kandungan agregat kasar
Rancangan campuran beton yang ekonomis bisa didapat dengan menggunakan semaksimal mungkin volume agregat kasar atas dasar berat isi kering (dry rodded unit weight) per satuan volume beton. Data eksperimen menunjukkan bahwa semakin halus pasir dan semakin besar ukuran maksimum partikel agregat kasar, semakin banyak volume agregat kasar yang dapat dicampurkan untuk menghasilkan campuran beton dengan kelecakan yang baik.
Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa pada derajat kelecakan tertentu (slump = 75 – 100 mm), volume agregat kasar yang dibutuhkan per satuan volume beton adalah fungsi daripada ukuran maksimum agregat kasar dan modulus kehalusan agregat halus.
Berdasarkan tabel 4.5, volume agregat kasar (dalam satuan m3) per 1 mbeton adalah sama dengan fraksi volume yang di dapat dari tabel 4.4. Volume ini kemudian dikonversikan menjadi berat kering agregat kasar dengan mengalikannya dengan berat isi kering dari agregat yang dimaksud (dry rodded unit weight).
Untuk campuran dengan nilai slump selain 75 – 100 mm, volume agregat kasar dapat diperoleh dengan mengoreksi nilai yang ada pada tabel 4.5 dengan angka koreksi yang ada pada tabel 4.6.


  • Tahap 7: Estimasi kandungan agregat halus
Setelah menyelesaikan tahap 6, semua bahan pembentuk beton yang dibutuhkan telah diestimasi kecuali agregat halus. Jumlah pasir yang dibutuhkan dapat dihitung dengan dua cara, yaitu:
  1. Cara perhitungan berat (weight method)
  2. Cara perhitungan volume absolut (absolut volume method)
Volume aggregat halus = 1- vol. udara - vol. air - vol. agg. kasar - vol. semen
Massa aggregat halus = volume agregat halus x specific gravity kondisi SSD 
  • Tahap 8: Koreksi kandungan air pada agregat
Pada umumnya, stok agregat di lapangan berada dalam kondisi basah (kondisi lapangan) tetapi tidak dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (SSD).
Tanpa adanya koreksi kadar air, harga rasio air semen yang diperoleh bisa jadi lebih besar atau bahkan lebih kecil dari harga yang telah ditentukan berdasarkan tahap 4 dan berat SSD agregat (kondisi jenuh dan kering permukaan) menjadi lebih kecil atau lebih besar dari harga estimasi pada tahap 6 dan 7.
Urutan rancangan beton dari tahap 1 sampai tahap 7 dilakukan berdasarkan kondisi agregat yang SSD. Oleh karena itu, untuk trial mix air pencampur yang dibutuhkan dalam campuran bisa diperbesar atau diperkecil tergantung dengan kandungan air bebas pada agregat. Sebaliknya, untuk mengimbangi perubahan air tersebut, jumlah agregat harus diperkecil atau diperbesar.
  • Tahap 9: Trial Mix
Karena banyaknya asumsi yang digunakan dalam mendapatkan proporsi campuran beton di atas, maka perlu dilakukan trial mix skala kecil di laboratorium. Hal – hal yang perlu diuji dalam trial mix ini:
Nilai Slump
Kelecakan (workability)
Kandungan udara
Kekuatan pada umur – umur tertentu
  • Data Perhitungan Perencanaan Campuran Beton
Setelah selesai melakukan prosedur pengerjaan perencaan campuran beton diatas, diperoleh data-data masing-masing material campuran beton berikut ini :









Komposisi asli yang digunakan di lapangan dalam pencampuran mix design :


No.
Bahan
Jumlah
1
Semen
10,526 kg
2
Air
6,130 kg
3
Agregat kasar kondisi lapangan
26,306 kg
4
Agregat halus kondisi lapangan
30,585 kg


  • Prosedur Pembuatan Beton :
  • Siapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan beton.
       
Ket. gambar : Menyiapkan bahan-bahan yakni agregat kasar, agregat halus, semen dan air
  • Ukur berat dari masing-masing bahan yang telah disiapkan sesuai dengan perhitungan yang sudah dilakukan.
  • Masukan bahan-bahan tersebut kedalam mesin molen untuk diaduk. Urutannya adalah agregat kasar, agregat halus, semen dan air.
       
Ket. Gambar : Memasukkan bahan-bahan ke mesin pengaduk
  • Setelah campuran beton segar rata, lakukan uji slump apakah sesuai dengan standar perhitungan atau tidak.
       
Ket. Gambar : Melakukan Uji slump
  • Oleskan oli pada menyuluruh dinding cetakan atau bekisting sebelum campuran beton segar akan dimasukan ke cetakan tersebut.
  • Jika beton segar sesuai dengan standar kemudian masukan beton kedalam cetakan atau bekisting dan dalam waktu mengisi cetakan lakukan pemadatan menggunakan vibrator.
        
Ket. Gambar : Pemadatan beton segar pada cetakan menggunakan vibrator dan keadaan setelah beton selesai di cetak.
  • Setelah selesai, diamkan beton selama 1 hari dan kemudian lepaskan dari cetakan dan masukkan ke dalam bak perawatan.